Penulis surat ini memperkenalkan dirinya sebagai Yakobus, hamba Allah dan Tuhan Yesus Kristus. Setelah kelahiran Yesus dari seorang perawan, Maria melahirkan anak-anak lain dengan Yusuf sebagai suaminya. Salah satu dari anak-anaknya ini bernama Yakobus .Ia tidak termasuk salah satu dari kedua belas rasul,namun kemudian disebutkan sebagai penatua yang pertama memimpin gereja di Yerusalem. Paulus menyebutnya sebagai Yakobus, saudara Tuhan Yesus. Baca di : (Yakobus 1:1). (Matius 13: 55; Markus 6:3). (Matius 10:2-4), (Kisah 12:17). (Galatia 1:19).
“ Kamu menginginkan sesuatu tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu
membunuh, kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu
bertengkar dan kamu berkelahi. Kamu tidak memperoleh apa-apa karena kamu tidak berdoa. Atau kamu berdoa juga, tetapi kamu tidak menerima apa-apa, karena kamu salah berdoa, sebab yang kamu minta itu hendak kamu habiskan untuk memuaskan hawa nafsumu” (Yakobus 4:2-3)
Jadi menurut Yakobus, ada dua hal yang menyebabkan kita tidak memperoleh apa-apa yaitu pertama : karena kita tidak berdoa dan kedua : karena kita salah berdoa dan penyebab kedua inilah yang akan dibicarakan dalam konteks pembahasan kita.
Kita salah berdoa. Atau doa kita salah. Maksudnya ada yang tidak beres atau ada ketidakberesan dalam doa kita. Hal inilah yang menyebabkan doa kita tidak dijawab oleh Tuhan. Lalu apa yang salah dengan doa kita? Saya mencatat beberapa kesalahan yang sering kita lakukan dalam doa kita dan hal inilah yang menjadi penghambat bagi jawaban doa kita :
Kesalahan dalam sifat doa
Kesalahan yang sering kita buat dalam doa-doa kita adalah kesalahan dalam sifat doa. Sifat doa yang sesungguhnya seperti yang diajarkan Yesus dalam “Doa Bapa Kami” adalah sebuah permintaan akan apa yang kita butuhkan dan bukan apa yang kita inginkan. Salah satu contohnya adalah “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya” Jelas ini adalah sebuah permintaan akan kebutuhan dan bukan sekedar keinginan saja. Sesungguhnya ada perbedaan yang sangat hakiki antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan. Apa yang kita butuhkan pastilah kita inginkan, tetapi apa yang kita inginkan belum tentu (bahkan hampir pasti tidak) kita butuhkan. Kebutuhan bersifat mendesak, sedangkan keinginan tidak. Kebutuhan, jika tidak terpenuhi akan mengakibatkan berbagai persoalan yang sifatnya esensial, sedangkan keinginan tidak demikian.
Jika kita berbicara tentang masalah keinginan, maka biarkanlah saya bertanya satu hal “apakah anda ingin mempunyai mobil?” Jika “ya” maka jawablah juga pertanyaan berikut ini “apakah anda membutuhkan mobil itu sekarang?” Kalau kita mau jujur, siapakah di antara kita yang tidak ingin mempunyai mobil, rumah mewah, pesawat pribadi dan lain-lain? Tetapi pertanyaan bagi kita sekarang adalah “apakah kita membutuhkan semua yang kita inginkan itu?” Jadi jelaslah bahwa apa yang kita inginkan belum tentu kita butuhkan. Namun demikian tanpa kita sadari bahwa sering doa yang kita panjatkan kepada Bapa di sorga lebih banyak berisi keinginan-keinginan kita daripada kebutuhan-kebutuhan kita.
Seorang teman saya sangat memahami perbedaan antara apa yang ia inginkan dan apa yang ia butuhkan. Banyak orang hendak memberi kepadanya, namun yang menjadi ukuran baginya untuk menerima atau menolak pemberian itu adalah masalah kebutuhan. Pernah seseorang hendak menyumbangkan sebuah sepeda motor untuknya, namun ia menolak dan berkata “saya sangat menghargai pemberian ini, namun maafkan saya karena saya belum dapat menerimanya. Saya kira saya belum membutuhkan sepeda motor saat ini. Sebaiknya sumbangkanlah sepeda motor itu kepada orang yang membutuhkannya…” Demikian juga pernah ada seseorang yang datang padanya dan hendak menyumbangkan sebuah rumah berlantai dua kepadanya, namun ia menolak dengan halus dan berkata bahwa saat ini ia belum membutuhkan rumah sebesar itu. Kembalilah dua tahun lagi siapa tahu saya sudah membutuhkannya.
Tuhan berjanji bahwa Ia akan menjawab doa-doa kita, namun persoalannya adalah apakah yang kita minta itu adalah kebutuhan kita ataukah hanya sekedar keinginan? Kalau sekian lama doa kita tidak dijawab, mungkinkah kita salah dalam sifat doa kita?
Kesalahan dalam sasaran doa
Di dalam “Doa Bapa Kami” dikatakan “Bapa kami yang di sorga…“. Ini berarti bahwa alamat doa yang benar adalah kepada Bapa di sorga.
Mungkin anda berkata bahwa anda telah sering berdoa kepada Bapa di sorga dan tak pernah salah dalam alamat doa itu, namun tunggu dulu. Masalahnya sekarang bukanlah pada apa yang anda ucapkan tetapi pada bagaimana atau apa motivasi hati anda ketika anda berdoa. Adakalanya mulut kita mengeluarkan kalimat “Bapa di sorga…” namun maksud hati kita tidaklah demikian.
Seorang anak dijanjikan oleh neneknya sebuah sepeda. Namun karena neneknya lupa akan janji itu, suatu kali ketika anak ini hendak makan, ia berdoa demikian “Bapa di sorga berkatilah makanan saya ini, dan juga tolong ingatkan nenek akan janjinya untuk memberi saya sepeda (dengan suara yang nyaring dan keras). Ibunya yang mendengar doanya berkata “Nak, kenapa harus berdoa keras-keras. Tuhan kan tidak tuli” “Betul mama, Tuhan memang tidak tuli tapi nenek kan tuli” Jawabnya.
Kisah ini sudah cukup untuk membuktikan bahwa adakalanya mulut kita mengucapkan kalimat doa “Bapa di sorga…” namun sebenarnya sasaran doa itu bukanlah kepada-Nya melainkan kepada orang lain. Kadang mulut kita mengucapkan “Bapa di sorga…” namun maksud hati adalah menyindir orang lain, menegur orang lain atau mengumumkan sesuatu.
Saya pernah memecat seorang pekerja gereja karena alasan moral. Saya melarangnya untuk berkhotbah. Dengan demikian honor bulanannya pun dihentikan. Suatu kali ketika saya bertugas ke luar kota, majelis memintanya untuk berkhotbah lebih dari satu kali, namun honornya pun tetap tidak diberikan. Karena itu pada suatu hari minggu ketika ia diminta untuk berdoa syafaat, ia berdoa demikian “Tuhan…tolonglah Engkau sadarkan gembala dan majelis-majelis di gereja ini agar mereka tidak menahan hak-hak orang miskin…”. Saya tahu bahwa ia sementara menyindir dan menegur kami lewat doanya karena kami tidak membayar honornya padahal ia telah diminta untuk berkhotbah beberapa kali. Ini namanya berdosa waktu berdoa.
Doa yang benar adalah doa yang ditujukan pada alamat yang benar. Ditujukan pada Bapa di sorga dari hati kita. Jika doa kita salah alamat, maka jangan heran jika doa kita tidak dijawab oleh Tuhan. Adakah alamat doamu sudah benar?
Kesalahan dalam waktu doa
Kesalahan lain yang sering kita buat dalam doa kita sehingga doa kita tidak dijawab Tuhan adalah kesalahan dalam waktu doa itu. Maksudnya meliputi dua hal, Pertama : kita mendoakan hal-hal yang seharusnya belum perlu kita doakan, Kedua : kita mengharapkan jawaban dari doa itu secepat mungkin. Contohnya seperti seorang anak kelas tiga SD yang sangat setia berdoa siang dan malam agar Tuhan memberinya jodoh. Ini adalah doa yang salah waktu sebab belum saatnya anak kelas tiga SD berdoa untuk masalah jodoh. Itulah sebabnya doa seperti tidak akan dijawab oleh Tuhan. Masalah dalam hal ini bukanlah Tuhan tidak mampu menjawab, tetapi tidak mau menjawabnya sebab menjawab doa yang terlalu cepat sama dengan mencelakakan si pendoa.
Ambil contoh seperti ini. Anda adalah seorang konglomerat, dan anda mempunyai seorang anak berusia lima tahun. Suatu hari sang anak meminta mobil pribadi pada anda. Apakah anda mengabulkannya? Jika anda mengabulkannya maka anda adalah ayah yang gila. Sekalipun anda sanggup membelikan sepuluh mobil baginya, anda tentu belum mau membelikannya sebab mengabulkan permohonan seperti itu sama dengan mencelakakan anak anda. Demikian juga Allah. Terhadap doa anak-anak-Nya yang belum tepat waktu, Ia biasanya tidak menjawab atau mengabulkannya sebab Ia tidak menginginkan anak-anak-Nya mengalami “kecelakaan”.
Jika sampai saat ini ada doa anda yang belum dijawab oleh Tuhan, cobalah koreksi doa itu. Adakah doamu salah waktu? Adakah doa itu terlalu cepat didoakan? Atau mungkin doa itu tidak terlalu cepat didoakan tetapi anda mengharapkan jawabannya secepat mungkin?