Ada seorang Kristen yang punya metode unik untuk mengetahui kehendak Tuhan. Setiap kali dia tidak tahu harus berbuat apa, maka Dia mengambil Alkitab dan membukanya secara acak.
Setelah itu dia menutup mata dan meletakkan jarinya pada halaman Alkitab yang terbuka itu. Dimana letak jari itu berada, di situlah dia yakin akan mendapat jawaban atas masalahnya.
Suatu kali dia melakukan hal ini. Kali ini jari telunjuknya mendarat ada di ayat Matius 27:5: "Maka iapun [Yudas] melemparkan uang perak itu ke dalam Bait Suci, lalu pergi dari situ dan menggantung diri." Ia kaget. “Masa’ aku harus bunuh diri, sih?” Maka ia sekali lagi mencobanya. Kali ini ayatnya berbunyi "Pergilah, dan perbuatlah demikian!" (Luk. 10:37). Dia pun semakin kaget. Benarkah ini yang dikehendaki Tuhan? Untuk meyakinkannya, maka sekali lagi ia membuka Alkitab dan menunjuk secara acak. Kali ini ayatnya berbunyi "Apa yang hendak kauperbuat, perbuatlah dengan segera" (Yoh.13:27).
Menggelikan dan konyol, bukan? Tapi boleh percaya, boleh tidak, masih ada beberapa orang Kristen yang berbuat demikian. Charles R. Swindoll menyebut praktik seperti ini sebagai “teologi perdukunan”. Dia menentang metode seperti ini. Lalu bagaimana caranya supaya kita bisa mengetahui kedendak Allah? Bagaimana kita tahu bahwa keputusan yang kita ambil itu sudah sesuai dengan rencana Allah? Berikut ini empat cara mengenal kehendak Allah.
Pertama, Allah membimbing melalui firman-Nya.
Inilah yang menjadi dasar utama. Sebagaimana yang diutarakan oleh pemazmur, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mazmur 119:105). Firman Tuhan menjadi petunjuk jelas dalam perjalanan kehidupan kita. Setiap kali kita membaca Alkitab dan menjumpai kata-kata semacam “inilah kehendak Allah”, maka yakinlah memang itu yang dikehendaki oleh Allah. Petunjuk jelas lainnya berupa perintah dan larangan. “Hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri" (Matius 19:19). Ayat ini adalah perintah dari Tuhan. “Jangan mencuri” (Keluaran 20:15). Ini adalah larangan ari Tuhan.
Petunjuk berikutnya adalah prinsip-prinsip dalam Alkitab, dalam bentuk petunjuk-petunjuk umum. Dalam hal ini dibutuhkan mata rohani yang celik dan kedewasaan untuk menangkap artinya. Alkitab memang tidak memberikan semua petunjuk secara spesifik tentang semua hal. Misalnya, Alkitab tidak memberikan petunjuk tentang merokok itu boleh atau tidak.
Untuk memahaminya dibutuhkan hikmat dan kewaspadaan. “Ajarkanlah kepadaku kebijaksanaan dan pengetahuan yang baik, sebab aku percaya kepada perintah-perintah-Mu.” (Mazmur 119:66 TB)
Kedua, Allah memimpin kita melalui bisikan Roh Kudus
Setelah kita lahir baru, maka Allah mengaruniakan Roh Kudus kepada kita. Roh yang berasal dari Allah ini membimbing kita dan mengerjakan kehendak Allah di dalam diri kita. Rasul Paulus memberi perintah jemaat Filipi supaya mengerjakan keselamatan mereka (Flp. 2:12-13). Ini artinya supaya mereka menjalani hidup kekristenan dengan serius sesuai kehendak Allah.
Hal ini dapat kita lakukan karena Allah sendiri yang mengerjakannya. Allah memimpin kita ke situasi yang panas bak padang gurun, itu sebabnya Paulus kemudian berkata, “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan” (Filipi 2:14). Jalanilah situasi yang sulit ini dengan tak bersungut-sungut, apalagi berbantah-bantahan. Anda mungkin menderita penyakit selama berbulan-bulan, atau menjadi korban fitnah, atau harus bekerja keras supaya anggota keluarga bisa makan dengan layak.
Jalanilah itu tanpa bersungut-sungut atau berbantah-bantahan. Dalam buku “Mata Air Bulan”, Sindhunata menulis kisah perempuan miskin yang buta. Namanya mbok Tukinem. Sebenarnya ia dilahirkan dengan mata normal, tapi pada usia 7 tahun, Tukinem muda ini menjadi buta. Pada usia 10 tahun, dia dibaptis menjadi Katolik. Ketika dewasa, Tukinem menikah dengan seorang pria yang juga buta. Mereka dikaruniai tiga anak, tapi semuanya meninggal. Kemudian, suaminya menderita kanker ganas. Seharian terbaring skit dengan rasa nyeri. Kalau sudah begitu, mbok Tukinem mendampingi suaminya sambil berdoa dengan tasbih.
Bagaimana mbok Tukinem dapat menerima hidup seperti itu? Sepanjang hidupnya dapat dikatakan banyak menanggung susah. Kepada Sindhunata, ia berkata dengan pasrah, “Sakersanipun Gusti, kula nampi mawon” (terserah Tuhan, saya menerima saja). Tidak ada nada melawan. Ia mmenerima penderitaan apa adanya. Ia tidak bersungut-sungut atau berbantah-bantahan.
Ini jelas hasil dari karya Roh Kudus. Bisikan dari Roh Kudus adalah pimpinan Allah bagi kita. Perhatikan ayat ini: “Saudara-saudaraku yang kekasih, …. aku merasa terdorong untuk menulis ini kepada kamu dan menasihati kamu…..” (Yudas 1:3). Kata-kata “aku merasa terdorong” tidak lain adalah bisikan Roh Kudus di dalam hati.
Meski begitu, memang bisa saja kita salah ketika mendengar bisikan tersebut. Tapi tidak usah cemas, karena Roh Kudus akan selalu mengingatkannya. “Aku hendak mengajar dan menunjukkan kepadamu jalan yang harus kautempuh; Aku hendak memberi nasihat, mata-Ku tertuju kepadamu” (Mazmur 32:8)
Jika begitu, apakah berarti kita tidak perlu lagi membuat rencana hidup? Rencana hidup itu perlu, malah wajib bagi kita. Tetapi saat kita melakukannya, jagalah supaya telinga kita tetap peka terhadap suara Tuhan. “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya” (Amsal 16:9).
Ketiga, Allah memimpin kita melalui nasihat orang-orang bijaksana dan dapat dipercaya.
Yang dimaksud di sini bukan meminta nasihat kepada “orang pintar”, seperti dukun, paranormal dan ahli nujum. Orang bijaksana di sini adalah orang yang memenuhi kaulifikasi tertentu. Biasanya dia memiliki pengalaman atau kecakapan tertentu. Biasanya, orang-orang yang bijaksana adalah orang yang lebih tua dan lebih dewasa daripada kita.
Di samping itu, orang-orang ini sebaiknya tidak punya pamrih apa-apa dalam memberi nasihat. Tidak harus dari anggota keluarga dekat kita karena mereka biasanya tidak ingin kita berada jauh dari mereka; atau memberi nasihat yang tidak objektif karena khawatir memberi nasihat yang membuat tidak enak hati. Orang yang bijaksana bersikap lebih objektif. Ia mendengar dengan hati-hati dan tidak langsung merespon. Bahkan mereka tidak langsung menjawab saat Anda meminta jawaban segera, mereka rela membawa persoalan kita dalam pergumulan doanya dan pemikirannya.
Keempat, Allah memimpin kita dengan memberi jaminan damai sejahtera dalam hati kita.
Jaminan damai sejahtera akan berlaku seperti wasit dalam hati Anda. Paulus menulis, “Hendaklah damai sejahtera Kristus memerintah dalam hatimu, karena untuk itulah kamu telah dipanggil menjadi satu tubuh. Dan bersyukurlah” (Kolose 3:15).
Damai sejahtera pemberian Allah ini bisa kita rasakan walaupun kita tengah menghadapi tantangan dan hambatan, risiko atau bahaya. Ketika merasakan damai sejahtera saat menjalani sesuatu, maka yakinlah bahwa hal itu sudah sesuai dengan kehendak Allah. Kehendak Allah bagi hidup kita bukan teori yang muluk-muluk, tetapi sebuah kenyataan hidup.
Disarikan dari buku karangan Charles R. Swindoll, “The Mystery of God’s Will”.