Berbuat baiklah senantiasa seakan hidupmu hanya sampai besok saja
Sejarah agama Samawi mencatat bahwa Bapak Iman pertama adalah Abraham. Hal yang dilakukan oleh Abraham sebenarnya bersifat pasif yaitu hanya mengikuti setiap perintah TUHAN kepadanya.
Dan Abraham dalam kisahnya tidak mempertanggungjawabkan keyakinannya itu kepada orang lain selain daripada keluarganya sendiri. Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang dilakukan Musa.
Jika dalam kepercayaan Islam pertanyaan “Siapakah TUHANmu” diajukan kepada orang yang berada di dalam kubur oleh Malaikat, maka Musa mendapatkan pertanyaan “Siapakah TUHANmu” dari dua pihak yaitu Pembesar-pembesar Mesir dan juga bangsa keturunan Israel.
Dari awal pekerjaannya, Musa sudah mendapatkan pertanyaan yang begitu sulit yaitu tentang TUHAN yang dia yakini dan bisa dipertanggungjawabkan kepada orang yang diharuskan menuruti permintaannya dan orang yang diinginkan sebagai pengikut-pengikutnya.
TUHAN dalam kisah Musa adalah pihak yang tidak hanya menginginkan Musa untuk menyampaikan pesan-pesannya belaka, tetapi Musa juga diminta untuk bersifat aktif mendemonstrasikan keimanannya kepada orang lain. Kita tahu benar bahwa Bangsa Israel sejak hendak dari Mesir menginginkan tanda-tanda dari Musa bahwa apa yang diucapkannya mempunyai nilai kebenaran.
Maka Musa pun berdoa dan turunlah tujuh tulah melanda Mesir baik kepada orang Mesir itu sendiri maupun kepada Bangsa Israel yang tidak mengindahkan “persyaratan-persyaratan” yang diminta.Begitu keluar dari Mesir, Bangsa Israel juga sudah minta lagi tanda-tanda yang bisa disebut jaminan untuk kelangsungan hidup mereka di tangan Musa yaitu makanan.
Maka Musa pun kembali berdoa kepada TUHAN hingga turunlah roti manna. Hal semacam ini, meminta tanda kekuasaan TUHAN, sering sekali dilakukan oleh Bangsa Israel karena mereka tidak 100% percaya bahwa TUHAN yang memperlihatkan kekuasaanNya kepada Musa adalah benar-benar bisa menjamin kehidupannya begitu keluar dari Mesir sampai di tanah yang dijanjikan.
Bahkan suatu ketika mereka juga meminta Musa agar memperlihatkan TUHAN yang diikutinya. Dan dalam kejadian itu, mereka yang mendesak seperti itu pada akhirnya mati disambar petir ketika hari-H TUHAN-nya Musa menyatakan bahwa DIA akan datang ke tengah bangsa Israel itu.
Demikianlah posisi Musa bukanlah semata-mata sebagai utusan penyampai firman tetapi juga dia melakukan berbagai Demonstrasi Keimanan di mana lewat perbuatannya TUHAN untuk menunjukkan kekuasaanNYA kepada orang lain.
Dan karena kedua posisi penting inilah maka dijanjikan kepada Bangsa Israel akan datang lagi seseorang yang seperti Musa, bisa melakukan demonstrasi keimanan yang luar biasa. Lewat Musa, TUHAN yang “diperkenalkan” kepada Bangsa Israel diyakini turun temurun dan bukan hanya bangsa Israel saja yang mengenal TUHAN-nya Musa tetapi Bangsa Mesir, Bangsa Filistin, Bangsa Persia, Bangsa Babilonia, dan beberapa Bangsa di sekitarnya.
Dan kejadian ini berlangsung bukan hanya berhenti pada saat Musa meninggal bahkan sampai ke jaman-jaman selanjutnya.
Melalui kehidupan Musa, saya belajar bahwa menyatakan TUHAN bukan hanya melalui keyakinan seorang diri saja seperti Abraham tetapi yang penting adalah memperlihatkan bahwa kehidupan kita dikendalikan oleh TUHAN yang benar.
Saya pikir percuma sekali ngotot-ngototan akan keyakinan (yang sebenarnya merupakan pertanggungjawaban pribadi kepada TUHAN) dengan orang lain karena lebih baik memperhatikan kehidupan orang-orang di sekitar kita agar mereka pun bisa merasakan bahwa TUHAN hadir dalam kehidupan mereka itu.
Saya ingat kisah hidup Kristus Yesus yang seolah mengabaikan aturan-aturan baku dalam beribadah dengan lebih mengedepankan kebutuhan setiap orang yang berada di sekelilingnya.
Saya juga teringat kisah Bunda Theresa yang bergaul dengan orang-orang miskin dan sakit di Kalkuta tanpa mengedepankan masalah kepercayaan pribadinya (baca: Agama). Tetapi orang bisa melihat bahwa dalam perbuatan mereka ada TUHAN yang nyata. TUHAN yang bersentuhan langsung dengan kehidupan mereka.
Ada satu hal lagi yang dapat kita ambil jika ada orang yang mendemonstrasikan keimanan adalah bukan dia yang mencari-cari khalayak tetapi khalayaklah yang berusaha “menemukan” dia.
Demonstrasi keimanan juga berbicara masalah mukjizat. Mukjizat bukanlah sesuatu yang tiba-tiba mengada. Mukjizat berkaitan dengan kemauan TUHAN untuk menyentuh kehidupan kita secara pribadi. Bisa saja bahwa Sang Pendemonstrasi Keimanan tidak melakukan suatu mukjizat tetapi mereka yang berjumpa dengannya akan mendapatkan karunia mukjizat dari TUHAN itu. Contohnya seperti seorang perempuan yang pendarahan 12 tahun sembuh setelah hanya menyentuh jubah Kristus. Atau seperti kisah Ayub yang duduk dan berdialog tentang Kasih Karunia TUHAN dengan beberapa orang temannya dan akhirnya TUHAN memulihkan keadaan dirinya.
Salam Demonstrasi, Dedy Riyadi-Kompasiana