Ketika Yesus dilahirkan di kota Betlehem lebih dari dua ribu tahun yang lalu, peristiwa itu hanya disaksikan oleh orang-orang awam saja. Kelahiran Raja di atas segala raja yang sudah dinubuatkan beribu-ribu tahun sebelumnya, bahkan difirmankan oleh TUHAN sendiri (Kejadian 3:15), tidak digenapi dengan penuh kemegahan di hadapan raja-raja atau para bangsawan lainnya. Sebaliknya, Ia lahir dibungkus dengan lampin dan dibaringkan di dalam sebuah palungan karena pada saat itu tidak ada kamar yang kosong di rumah-rumah penginapan untuk ibu-Nya, Maria, serta Yusuf, suaminya (Lukas 2:7).
Kisah kelahiran-Nya yang tampak tak berarti dan sederhana itu terbukti bertahan mengarungi waktu, ... selalu relevan bagi kehidupan umat manusia sepanjang masa. Setiap tahun, berbagai generasi di seluruh dunia mendengar, mengenang, dan memperingati kejadian bersejarah tersebut, yang tetap berkuasa untuk mengubah hidup.
Selain mengirim ketiga orang majus, Tuhan hanya memakai orang-orang biasa saja sebagai saksi-saksi kelahiran Anak-Nya yang tunggal. Alkitab mengatakan bahwa gembala-gembala yang sedang menjaga kawanan ternak mereka di padang dipilih oleh-Nya untuk menjadi saksi-saksi pertama kelahiran Kristus. Bukan para ahli Taurat, orang-orang Farisi atau orang-orang terpelajar lainnya! Malam hari itu mereka melihat dan mendengar pujian yang dinyanyikan oleh sejumlah besar bala tentara sorga: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya" (Lukas 2:14).
Padahal pada abad yang pertama, status para penggembala domba di Israel tergolong amat rendah. Kesaksian-kesaksian mereka tidak bisa diterima oleh orang-orang Yahudi dalam sistem pengadilan mereka. Kendatipun demikian, Tuhan menjadikan mereka saksi-saksi yang sah untuk memberitakan kedatangan-Nya di dunia. Injil Lukas mencatat: "Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka" (Lukas 2:18).
Sampai saat ini Tuhan masih tetap memilih orang-orang biasa sebagai saksi-saksi-Nya untuk memberitakan kabar gembira mengenai kelahiran Sang Raja Damai lebih dari dua ribu tahun yang lalu. Kita tidak perlu bertanya-tanya: "Apakah Tuhan mau memakai saya yang tidak memunyai kepandaian apa-apa?"
Jika Allah Bapa di surga bersedia memakai para gembala di padang, yang dipandang rendah oleh masyarakat Yahudi pada zaman itu untuk menjadi saksi-saksi-Nya yang mutlak, tentu Ia juga berkenan menggunakan umat "sederhana" seperti kita. Yang dituntut hanya sikap hati yang taat, yang mau menceriterakan peristiwa itu kepada orang lain seperti apa adanya, seperti yang sudah tercatat di dalam firman Tuhan. Tanpa menambahkan embel-embel lain yang sudah dilumrahkan oleh umum, yang tampaknya sudah berhasil membajak kebenaran isi Alkitab mengenai hari bersejarah tersebut.
Yesuslah inti perayaan hari Natal yang diadakan setiap tahun di seluruh dunia. Dialah penyebab hari itu dirayakan sebagai suatu peringatan akan kedatangan Allah yang bersedia merendahkan diri-Nya sendiri, menjelma menjadi seorang manusia, agar kita, anak-anak manusia, bisa disebut sebagai anak-anak Allah (Galatia 3:26).
SABDA Space adalah sebuah arena optimal yang disediakan oleh Tuhan untuk kita sebagai salah satu instrumen terbaik yang bisa menjangkau daerah-daerah yang tidak mungkin kita kunjungi secara pribadi. Melalui media ini kita bisa memproklamirkan tanpa kompromi kebenaran kisah kelahiran Sang Juru Selamat kepada dunia. Marilah kita saling bergandeng tangan, bahu-membahu, menggunakan setiap kesempatan indah yang disediakan oleh arena ini, untuk menjadi saksi-saksi-Nya yang mau membagikan kebenaran kisah Natal seperti apa adanya, ... seperti yang sudah dilakukan oleh para gembala pada saat kelahiran-Nya.
Agar ... dunia mengerti kebenaran ayat ini: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yohanes 3:16).