Alkitab adalah standard kebenaran. Alkitab hanya bisa dipahami dan mustahil ditafsirkan. Alkitab hanya memiliki satu pemahaman yang benar atasnya. Apabila Alkitab tidak memiliki kualitas seperti undang-undang karena memiliki berbagai pemahaman itu berarti Alkitab tidak layak disebut standard kebenaran karena standard kebenaran hanya bisa dipahami dan tidak bisa ditafsirkan.
"Tidak ada orang yang menyalakan pelita lalu menutupinya dengan tempayan atau menempatkannya di bawah tempat tidur, tetapi ia menempatkannya di atas kaki dian, supaya semua orang yang masuk ke dalam rumah dapat melihat cahayanya”. ( Lukas 8:16 )
“Sebab tidak ada sesuatu yang tersembunyi yang tidak akan dinyatakan, dan tidak ada sesuatu yang rahasia yang tidak akan diketahui dan diumumkan”. ( Lukas 8:17 )
“Karena itu, perhatikanlah cara kamu mendengar. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, tetapi siapa yang tidak mempunyai, dari padanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya." ( Lukas 8:18 )
Manusia mustahil memahami Allah dengan sempurna, itu sebabnya manusia mustahil memahami ajaran Alkitab dengan sempurna pula. Allah adalah Allah, bukan Alkitab. Alkitab adalah Alkitab, bukan Allah. Manusia mustahil memahami Allah dengan sempurna karena Allah adalah pencipta sementara manusia adalah ciptaan.
Itu sebabnya manusia hanya mampu mengetahui tentang Allah sejauh penyataan Allah. Namun, manusia MUSTAHIL tidak mampu memahami Alkitab dengan sempurna karena Alkitab ditulis untuk dipahami manusia.
- Apabila Alkitab mustahil dipahami dengan sempurna, bukankah itu berarti Allah membual ketika memberi perintah agar kita mempelajari dan memahaminya serta menjadikannya pelita hidup kita?
- Apabila Alkitab mustahil dipahami dengan sempurna, bukankah itu berarti Allah melakukan hal sia-sia ketika berfirman ?
Apabila ada ayat-ayat Alkitab yang belum dipahami dengan benar, itu hanya berarti dua hal: Belum waktunya kebenaran itu dibukakan atau kita belum mempelajarinya dengan benar, bukan karena Alkitab mustahil dipahami dengan sempurna. Manusia memahami segala sesuatu dengan akal budi bukan dengan lainnya.