"Saya sedang jatuh cinta dengan seorang pria yang sudah beristri, dan selama tiga tahun terakhir ini dia terus mengatakan bahwa dia akan menceraikan istrinya. Sementara kami masih terus bersama. Apakah saya sudah membuang-buang waktu dengannya?"
"Pacar saya selalu mengancam akan putus dengan saya setiap kali kami bertengkar. Apa yang salah dengan saya sehinga saya tidak bisa membuatnya bertahan dalam hubungan ini?"
"Pria ini sempurna. Dia baik, penyayang, dan cerdas. Hanya ada satu hal yang mengganggu, dia berusia 34 tahun, belum bekerja, dan masih tergantung secara finansial dengan orang tuanya. Tapi saya mencintainya!"
Sepertinya cinta menimbulkan kekacauan dalam otak manusia yang menyebabkan pikiran tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Maksudnya, nikmati saja perasaan cinta itu, tapi kakimu harus tetap menjejak pada kenyataan. Kebanyakan hubungan yang buruk datang dengan tanda peringatan yang nyata (contohnya, dia menolak untuk membicarakan tentang orangtuanya, atau dia tidak mempunyai rencana jangka panjang ke depan). Jika kamu tidak membiarkan awan romantisme mengaburkan pertimbanganmu, tentu kamu dapat melihat tanda bahaya ini sejak awal.
Berpasangan atau single, persahabatan yang baik akan menjagamu tetap bisa berpikir jernih. Saling setialah satu sama lain untuk saling menjaga dan mendukung. Teman-temanmu juga tentu memiliki pandangan yang lebih nyata terhadap hubungan cintamu karena mereka tidak dipengaruhi oleh emosi dan perasaan seperti yang kamu tengah alami. Mereka akan menolongmu menjaga segala sesuatunya tetap dalam perspektif yang benar dan jika dibutuhkan, mereka akan memberitahumu saat kamu bisa melakukan sesuatu dengan lebih baik lagi. Kita memang tidak dapat mencegah diri kita dari perasaan jatuh cinta, yang membuat kita melakukan hal-hal yang "aneh". Tapi bagaimanapun juga, kita bisa selalu bersyukur bahwa Tuhan memimpin kita melalui jalan simpang siur percintaan yang kadang berkabut, sampai kita tiba di ujung satunya.